Melihat iklan di berbagai media sungguh membangkitkan keprihatinan. Mulai dari produk minuman, suplemen hingga permen mengklaim dapat membangunkan dan meningkatkan produktivitas. Iklannya sendiri dapat dinilai sebagai suatu yang positif, tetapi saya tersadar bahwa para produsen melirik pasar yang besar pada orang yang mengantuk! Artinya, banyak orang mengantuk di Indonesia!
Coba juga perhatikan minuman yang biasa dikonsumsi generasi muda kita. Di pagi hari secara otomatis mereka memesan berbagai minuman penambah energi dan soda berkafein. Ya, artinya walau tak diakui, mereka mengantuk.
Beberapa penelitian pada the 26th Annual Meeting of the Associated Professional Sleep Societies (SLEEP 2012) di Boston mengulas kebiasaan dan perilaku tidur remaja - dewasa muda.
Kafein
Penelitian dari Pollack & Bright di tahun 2003 menunjukkan bagaimana konsumsi kafein menyebabkan durasi tidur yang lebih pendek, jam bangun yang lebih siang dan meningkatkan kebutuhan akan tidur siang pada remaja. Kemudian Corbo dan kawan-kawan mencoba meneliti kembali dengan sedikit berbeda. Mereka merekrut 145 remaja usia kelas 7 dan 8. Mereka diminta mencatat konsumsi kafein harian serta dan mengenakan alat seperti jam tangan bernama actigraphyguna mencatat jam tidur, durasi tidur dan jam bangun tidur.
Hasilnya, jumlah konsumsi kafein siswa tak mempengaruhi tidur. Ini menimbulkan pertanyaan di benak para ahli kesehatan tidur. Ada beberapa catatan pada penelitian ini. Para peneliti hanya meneliti pola tidur dan konsumsi kafein, tanpa mencatat seberapa mengantuknya anak-anak ini. Juga pada dosis konsumsi kafein harian yang hanya 50-56 mg perhari yang dinilai amat kecil.
Pada penelitian ini, menunjukkan bahwa waktu konsumsi kafein tampak masih cukup sehat pada para remaja, hingga tak memengaruhi pola tidur. Kerja kafein adalah sekitar 12 jam dari dikonsumsi. Hingga menguatkan dugaan bahwa waktu konsumsi kafein mempunyai peranan lebih besar dibanding dosis kafein yang diminum. Oleh karena itu, masih dibutuhkan penelitian lebih mendalam untuk menjawab berbagai pertanyaan.
Kantuk Siswa
Penelitian berikutnya melihat akibat dari kantuk pada siswa dan salah satu alternatif cara mengatasinya. Tim peneliti dari Birmingham, Inggris, menunjukkan bahwa gangguan pada proses tidur berakibat langsung pada emosi siswa di siang harinya. Mereka mengumpulkan data kebiasaan tidur dari 959 anak usia 11-13 tahun. Dua minggu kemudian, para siswa di tes untuk mengumpulkan data kondisi emosi mereka (sedih, depresi, tegang, khawatir, dan rasa tanpa harapan).
Hasilnya, siswa yang suka terbangun di tengah malam, secara signifikan mengaku juga mengalamimood negatif di siang hari. Dibandingkan dengan yang tak pernah terbangun di tengah malam, mengaku sama sekali tidak mengalami gangguan mood di siang hari. Laporan lain mencoba melihat bagaimana para guru menyiasati kantuk siswanya. Diketahui bahwa kantuk mengakibatkan penurunan drastis kemampuan kognitif yang berujung pada penurunan prestasi akademis. Kelompok peneliti dari Universitas Souther Mississipi menyoroti seberapa terlibatnya siswa dalam suatu pelajaran dihubungkan dengan kantuk siswa. 204 siswa dikumpulkan dikumpulkan datanya.
Mereka dinilai kantuknya saat mengikuti berbagai kelas. Hasilnya, keterlibatan (involvement) siswa dalam suatu kelas berpengaruh besar pada rasa kantuknya. Dilaporkan kelas dengan keterlibatan siswa yang rendah, akibatkan 50% dari siswa mengantuk, dibandingkan dengan kelas dengan keterlibatan tinggi, hanya 20% siswa yang mengantuk.
Terlepas dari keterlibatan dalam kelas dapat mengurangi kantuk siswa, para ahli menekankan bahwa hasil dari penelitian ini buktikan bahwa seluruh siswa sebenarnya mengantuk. Rasa kantuk mungkin dapat dikurangi dengan model kelas yang melibatkan siswa lebih aktif, tetapi jauh lebih penting sebenarnya adalah mencegah siswa agar tak mengantuk di siang hari. Caranya? Tentu dengan pola tidur yang sehat!
Media Sosial
Yang terakhir, adalah penelitian dari University of Arkansas. Penelitian ini dibuat karena Holloway, pemimpin penelitian, suatu malam tanpa ia sadari mengetikkan kata-kata lewat smartphone-nya. Sebuah bentuk mengigau yang dikenal secara populer dengan sebutan sleeptexting atausleeptweeting. Ia sadar bahwa ini terjadi karena kantuk akibat beban hutang tidur yang dialami. Bersama timnya ia merekrut 131 mahasiswa/i untuk dinilai kantuk dan seberapa sering ia menggunakan smartphone serta terhubung dengan media sosial.
Hasilnya, sesuai dugaan. Penggunaan telepon genggam dan terhubung dengan media sosial berhubungan langsung dengan kantuk di siang hari. Kebiasaan baru di kalangan modern ini berpotensi besar untuk memperpendek durasi tidur. Banyak orang kini selalu terhubung lewat telepon genggam. Sesaat sebelum tidur masih memeriksa timeline, selama tidur terganggu oleh notifikasi dari media sosial, dan begitu bangun di pagi hari pun secara otomatis memeriksa mention-mention yang masuk. Ahli-ahli kesehatan tidur, memandang bahwa media sosial dan telepon pintar, menjadi salah satu komponen kebiasaan tidur sehat (sleep hygiene) yang perlu diperhatikan.
Kesimpulan
Para ahli sementara ini sepakat bahwa pola tidur remajalah yang paling penting diperhatikan. Dengan pola tidur yang sehat, kantuk berkurang, hingga kebutuhan untuk konsumsi kafein pun berkurang. Kebiasaan-kebiasaan tidur yang sehat, seperti mematikan handphone, log out dari media sosial dan berhenti bermain game beberapa menit sebelum tidur perlu digalakkan. Ini semua semata dilakukan demi kualitas tidur yang lebih baik.
Kantuk jelas merugikan kita. Menurunkan konsentrasi, kreativitas, kemampuan respon dan refleks. Hingga dalam kondisi tidur yang tak sehat kita berfungsi secara otomatis seperti zombie. Tentu kita tak menginginkan kualitas pemuda/i Indonesia seperti ini.
Perbaiki kesehatan tidur, sebab tanpanya segala kemampuan untuk belajar, stabilitas mood dan emosi serta kreativitas tak akan berkembang dengan baik. Hanya lewat tidur yang sehat kita dapat meningkatkan kualitas kita. Tidur yang sehat untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia!
0 Response to "Efek Kafein, Kantuk, Media Sosial"
Posting Komentar